Revolusi Prancis adalah perubahan bentuk pemerintahan Prancis dari kerajaan menjadi republik. Peristiwa ini terjadi pada masa  pemerintahan Louis XVI pada abad ke-18. Revolusi ini memiliki semboyan:  liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, persaudaraan).
 Faktor-faktor penyebab terjadinya revolusi
a. Sebab-sebab umum
1) Ketidakadilan dalam bidang politik dan ekonomi Masyarakat Prancis pada waktu itu terbagi atas tiga golongan.
a) Golongan I terdiri atas kaum bangsawan dan raja yang bebas pajak bahkan berhak memungut pajak.
b) Golongan II terdiri atas kaum agama (pendeta dan cendikia) yang bebas pajak dan mendapat uang (gaji) dari hasil pajak.
c) Golongan III adalah rakyat biasa yang hanya menjadi objek pajak.
 2) Kekuasaan absolut raja
Pemerintahan Louis XIV bersifat monarki absolut, di mana raja dianggap  selalu benar. Semboyan Louis XIV adalah l’etat c’est moi (negara adalah  saya). Untuk mempertahankan keabsolutannya itu, ia mendirikan penjara  Bastille. Penjara ini diperuntukkan bagi siapa saja yang berani  menentang keinginan raja. Penahanan juga dilakukan terhadap orang-orang  yang tidak disenangi raja. Mereka ditahan dengan surat penahanan tanpa  sebab (lettre du cas). Absolutisme Louis XIV tidak terkendali karena  kekuasaan raja tidak dibatasi undang-undang.
 3) Timbul paham baru
Menjelang Revolusi Prancis muncul ide-ide atau paham-paham baru yang  pada intinya adalah memperjuangkan kebebasan dan pemenuhan hak-hak asasi  manusia. Paham-paham ini muncul akibat berbagai tekanan yang  menyengsarakan rakyat mulai menimbulkan keinginan-keinginan untuk  mencapai kebebasan. Paham-paham yang melatari terjadinya revolusi di Prancis sebagai berikut.
a) Ajaran dari Jean Jasques Rousseau, tokoh pemikir dari Prancis. Dalam  bukunya Du Contrat Social, ia menyatakan bahwa menurut kodratnya manusia  dilahirkan sama dan merdeka. Buku ini juga memuat tiga prinsip yang di  kemudian hari menjadi semboyan Revolusi Prancis, yaitu liberte, egalite,  dan fraternite (kemerdekaan/kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).  Ajaran tersebut menyebabkan Rousseau mendapat sebutan Bapak Demokrasi  Modern.
b) Montesquieu, yang terpengaruh ajaran John Locke (Inggris),  menyebarluaskan ajaran Trias Politika, yaitu pembagian kekuasaan menjadi  kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
c) Paham Rationalisme dan Aufklarung menuntut orang untuk berpikir rasional (masuk akal).
d) Ajaran Voltaire tentang kebebasan.
 4) Negara mengalami krisis ekonomi
Prancis mengalami kemerosotan ekonomi dan keuangan pada masa  pemerintahan Louis XVI. Hal ini disebabkan karena sikap raja dan  keluarganya, terutama permaisuri Marie Antoinette, selalu  menghambur-hamburkan uang negara untuk berfoya-foya.
 5) Pengaruh perang kemerdekaan Amerika
Dalam perang kemerdekaannya dari Inggris,  Amerika dibantu oleh tentara sukarelawan Prancis yang dipimpin  Lafayette. Mereka kemudian terpengaruh oleh napas kemerdekaan Amerika.  Nilai-nilai perjuangan kemerdekaan Amerika seperti yang terangkum dalam  naskah proklamasinya, Declaration of Independence (disampaikan oleh  Thomas Jefferson), yaitu pengakuan atas hak-hak manusia, dengan segera  menjalar menjadi paham baru di Prancis.
 b. Sebab-sebab khusus
Untuk mengatasi krisis ekonomi, raja memanggil Dewan Perwakilan Rakyat (Etats Generaux). Dewan ini ternyata tidak mampu mengatasi masalah  sebab dalam sidang justru terjadi pertentangan mengenai hak suara.  Golongan I dan II menghendaki tiap golongan memiliki satu hak suara,  sementara golongan III menghendaki setiap wakil memiliki hak satu suara.  Jika dilihat dari proporsi jumlah anggota Etats Generaux yang terdiri  atas golongan I, 300 orang, golongan II 300 orang, dan golongan III 600  orang, dapat disimpulkan bahwa golongan I dan II menghendaki agar  golongan III kalah suara sehingga rakyat tidak mungkin menang. Jika  kehendak golongan III yang dimenangkan, golongan I dan II terancam sebab  di antara anggota mereka sendiri ada orang-orang yang bersimpati pada  rakyat.
 Akibat Revolusi Prancis
Akibat atau dampak Revolusi Prancis di dalam negeri dapat dipetakan sebagai berikut.
a. Bidang politik
Revolusi Prancis membawa perubahan dalam sistem pemerintahan yang semula  berupa monarki absolut menjadi pemerintahan yang demokratis. Hak asasi  manusia diakui dan dihormati. Konstitusi atau undang-undang dasar  merupakan kekuasaan yang tertinggi. Muncul pula ide-ide republik, suatu  bentuk pemerintahan yang melayani kepentingan umum, dan prinsip-prinsip  berikut.
1) Demokrasi, yaitu prinsip bahwa setiap manusia dilahirkan dengan hak  yang sama dalam kehidupan bernegara. Hak yang dimaksud adalah hak  bersuara, mengemukakan pendapat, berserikat, dan berkumpul.
2) Perasaan nasionalisme sesuai dengan semboyan Revolusi Prancis:  Liberte, Egalite, Fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).  Prinsip ini membangkitkan jiwa persatuan yang menjadi kekuatan dalam  menghadapi segala bahaya yang mengancam negara.
 b. Bidang ekonomi
Beberapa akibat adanya Revolusi Prancis dalam bidang ekonomi sebagai berikut.
1) Petani menjadi pemilik tanah kembali.
2) Penghapusan pajak feodal.
3) Penghapusan gilde.
4) Timbulnya industri besar
c. Bidang sosial
 Akibat-akibat dalam bidang sosial, antara lain,
1) dihapuskannya feodalisme,
2) adanya susunan masyarakat yang baru, dan
3) adanya pendidikan dan pengajaran yang merata untuk semua lapisan masyarakat.
Adapun akibat atau dampak Revolusi Prancis terhadap dunia, termasuk dalam perjuangan pergerakan bangsa Indonesia, sebagai berikut.
a. Penyebaran ide liberalisme.
b. Adanya penyebaran paham demokrasi di tengah kehidupan bernegara.
c. Berkembangnya ide nasionalisme.
 Sumber:
1. Wikipedia.org
2. history1978.wordpress.com
Translate
Thursday, May 17, 2012
Tuesday, May 15, 2012
Romusha : Terowongan Neyama
Sebuah terowongan, dikerjakan ribuan romusha, dibangun untuk mengalirkan banjir ke Samudra Hindia.
OLEH: HENDRI F. ISNAENI
PADA 17 November  1942, Sungai Brantas meluap, merendam 150 desa dan 9.000 rumah di  Kabupaten Tulungagung. Luapan air juga menghancurkan areal pertanian.  Genangan air di daerah hilir membentuk tanah berawa yang luas, yang oleh  penduduk setempat disebut “campur darat.”
Untuk mengatasinya, pemerintah  Karesidenan Kediri membangun sebuah terowongan melalui wilayah  perbukitan untuk menguras air yang masih menggenangi rawa-rawa ke  Samudra Hindia. Selain itu, diharapkan terowongan itu bisa menjaga  tanaman padi, yang sedang diintensifkan Jepang untuk menyuplai pasokan  makanan tentaranya di medan perang.  
Menurut sejarawan Universitas Keio  Jepang, Aiko Kurasawa, pemrakarsa pembangunan terowongan tersebut adalah  Residen Enji Kihara, lulusan Akademi Militer Jepang dan pernah menjabat  kepala Departemen Pembangunan Kantor Gubernur Jenderal di Taiwan.  Pembangunan dimulai pada Februari 1943.
Sebagai pelaksana proyek, sebuah  koperasi irigasi diorganisasikan di bawah pangreh praja yang bertanggung  jawab atas pencarian buruh dan pengamanan dana pembangunan. Proyek  terowongan ini membutuhkan 20 ribu romusha dengan dana f.750 ribu; sebanyak f.300 ribu disediakan karesidenan dan sisanya pemerintah militer.
“Karena tidak ada buldoser dan jarang  terdapat dinamit, seluruh pekerjaan dilakukan dengan tenaga manusia,”  tulis Aiko Kurasawa dalam Mobilisasi dan Kontrol. 
Beberapa bulan pertama pekerjaan  berjalan lancar, dengan mempekerjakan lebih dari 10 ribu romusha per  hari. Mereka mengeruk tanah dengan alat sederhana yang dibawa dari desa  masing-masing. Setiap romusha mendapat upah sebesar f.0.14 per hari, sudah dipotong pajak dan makanan. Sedangkan mandor menerima upah f.0.38, sudah dipotong pajak.
Shigaru Sato dalam War, Nationalism, and Peasants menerangkan, untuk mengerjakan terowongan itu, dibuatlah saluran  terbuka dengan meratakan punggung bukit. Batu-batu kapur di dasar  punggung bukit harus dihancurkan namun tak tersedia cukup bubuk peledak.  Permintaan bantuan kepada Departemen Transportasi Jepang di Jakarta  ditolak. Bantuan datang dari kepala Departemen Industri, Tennichi  Koichi. Dia berminat pada proyek terowongan itu yang dia anggap memiliki  potensi meningkatkan produksi pertanian.
“Atas persetujuan atasannya, Yamamoto  Moichiro, Tennichi setuju mengalihkan beberapa bubuk peledak yang telah  disisihkan dari program pertambangan batu bara di Bayah (Banten  Selatan),” tulis Sato.
Sebelum meledakkan bukit, staf Residen  Kediri menerima informasi dari warga bahwa rawa-rawa itu sebelumnya  menjadi landasan bagi korps penerbangan Angkatan Laut Belanda; dan  ketika Belanda mundur mereka membenamkan beberapa bom. Ketika melakukan  penyisiran, ditemukan 23 bom. Sebuah dealer bahan peledak milik seorang Tionghoa mengambil 10-20 ton bubuk peledak kuning dari bom-bom itu.
Selain menggunakan peledak, karesidenan  juga meminjam mesin pengebor dan kompresor dari Ishihara Sangyo Co. Ltd.  Departemen Administrator Militer di Jakarta mengirim seorang kapten  Angkatan Darat, seorang insinyur sipil yang berpengalaman dalam  pembangunan terowongan. Pembangunan terowongan pun dimulai pada Oktober  1943.
“Residen Kihara antusias. Dia sering  bekerja di lokasi konstruksi, menggunakan bor dan mengatur dinamit  sendiri. Sampai pada satu kesempatan dia keracunan gas yang dihasilkan  oleh ledakan di dalam terowongan dan harus dibawa keluar dari  terowongan,” tulis Sato.
Pembangunan menghadapi kendala. Masalah  dana bisa diatasi tapi mobilisasi romusha tersendat, bahkan berkurang.  Selain karena berlokasi di daerah tertutup rawa dan hutan penuh binatang  buas, bahkan diyakini banyak hantu dan roh jahat, dan malaria merebak.  Penduduk juga mendapatkan kabar bahwa pekerjaan itu sangat berat.  Beberapa romusha tinggal tulang terbungkus kulit. Banyak yang sakit,  bahkan meninggal dunia.
Pangreh praja dan pejabat desa dikerahkan dan diberi kuota untuk merekrut romusha. Untuk memenuhi kuota itu, mereka melakukan “bujukan” yang bersifat  memaksa. Seorang kepada desa Gurah di Tulungagung mengirim sekitar 500  orang dari desanya.
Target awal pembangunan terowongan  rampung awal Juni tapi meleset jadi Juli 1944. Terowongan itu, yang  dalam bahasa Jawa disebut Tumpak Oyot (Akar Gunung), diterjemahkan  Nishida, penterjemah yang bekerja di Karesidenan Kediri, menjadi Neyama:  ne artinya akar dan yama berarti gunung. “Di antara penduduk lokal dan para buruh yang dimobilisasi membangun terowongan itu menyebutnya Neyama romusha,” tulis Sato.
Terowongan Neyama, tulis Aiko Kurasawa,  membuat petani di wilayah tetangganya terbebas dari banjir. Tapi  terowongan itu membawa akibat yang tak diperhitungkan sebelumnya.  Nganjuk, wilayah Kediri utara, kekurangan air.
Terowongan tersebut masih bekerja baik  hingga Jepang angkat kaki dari Indonesia. Kerusakan perlahan menghampiri  antara lain oleh banjir bandang pada 1955. Empat tahun kemudian,  terowongan dibangun kembali sebagai bagian dari Proyek Pembangunan Umum  Sungai Brantas dengan biaya dari dana pampasan perang Jepang sebesar  US$1.972.000. Proyek ini digarap dua perusahaan konstruksi Jepang,  Nippon Koei dan Kashima Kensetsu, di bawah pengawasan Departemen  Pekerjaan Umum. Pekerjaan selesai pada April 1961.
Karena Terowongan Neyama dianggap belum cukup menangani banjir di Tulungagung, terutama banjir windon setiap delapan tahun sekali, pemerintah Orde Baru membangun Neyama II yang diresmikan pada 1986.   
Neyama kini menjadi objek wisata karena  pemandangan dan terowongan drainase besarnya yang melewati gunung.  Namun, di balik keindahan itu, ratusan bahkan mungkin ribuan romusha  menjadi korbannya.Sumber : http://historia.co.id/artikel/2/1005/Majalah-Historia/Terowongan_Neyama_Romushanbsp;
Thursday, May 3, 2012
Taman Siswa
 TAMAN SISWA
 Sejarah Taman Siswa adalah sejarah kebangsaan Indonesia. Taman Siswa  lahir pada tanggal 3 Juli 1922. Bapak gerakan ini adalah R.M. Suwardi  Surjaningrat .
 Karena aktivitasnya dalam mengkritik kebijakan  Belanda, beliau dibuang di negeri Belanda. Dalam masa pembuangan  tersebut ia memakai kesempatan untuk mempelajari masalah-masalah  pendidikan dan berhasil merumuskan pernyataan azas pengajaran nasional. 
 Pernyataan azas Taman Siswa tahun 1992 berisi 7 pasal yaitu:
 Pasal ke 1 dan 2 mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang  untuk mengatur dirinya sendiri. Dalam pasal 1 termasuk juga dasar kodrat  alam yang lebih dikenal dengan evolusi . Dasar ini mewujudkan sistem  among yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru sebagai pemimpin  yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberikesempatan  kepada anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan  semboyan Tut Wuri Handayani. Di samping itu sudah barang tentu guru  diharapkan dapat membangkitkan  pikiran murid, bila berada di  tengah-tengah murid-murid dan memberi contoh bila di depan mereka.
 Pasal 3 menyinggung kepentingan-kepentingan sosal, ekonomi dan politik yang mengarah pada dasar budaya.
 Pasal ke 4 mengandung dasar kerakyatan, yang terealisasi dengan perluasan pendidikan.
 Pasal ke 5 merupakan azas yang sangat penting bagi semua orang yang  ingin mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya (kepercayaan kepada  kekuatan sendiri).
 Pasal ke 6 berisi persyaratan dalam negejar  kemerdekaan diri dengan jalan keharusan untuk membelanjai sediri segala  usaha (selfbedruipings system).
 Pasal ke 7 mengharuskan adanya keikhlasan lahir batin bagi guru-guru yang mendekati anak didiknya . 
 Sesungguhnyalah pernyataan azas tersebut merupakan perpaduan pengalaman  dan pengetahuan Suwardi Surjaningrat tentang aliran pendidikan Barat  dan aliran kebatinan yang mengusahakan “kebahagiaan diri, bangsa dan  kemanusiaan”. Selama delapan tahun sejak berdirinya, maka Ki Hadjar  Dewantara dan pembantu-pembantunya bekerja secara diam-diam, dalam arti  tidak melayani kritik-kritik dari masyarakat kita sendiri maupun dari  pihak Belanda yang bernada meremehkan usaha pendidik itu. Namun secara  teratur gagasan dan usaha pendidikan  yang hidup itu dijelaskan melalui  majalah pendidikan umum yang diterbitkan, yaitu Wasita. Banyak sekolah  yang telah berdiri menyerahkan sekolahnya kepada Taman Siswa .
 Perjuangan melawan Ordonansi Sekolah Liar:
 Sebagai salah satu kebijakan Gubernur Jenderal Mr. B.C. De Jonge ,  pemerintah jajahan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Scholen  Ordonnatie – WSO) pada 17 September 1932 (Stbl: No. 494/1932). Ordonansi  itu mulai berlaku pada 1 Oktober 1932. Sampai 1 April 1933 pemerintah  masih memberi kesempatan bagi sekolah swasta tak bersubsidi untuk  memenuhi persyaratan. Sesudah itu akan diambil tindakan terhadap semua  sekolah sejenis yang tidak memenuhi syarat. Menghadapi tindakan  pemerintah itu, Majelis Luhur Taman siswa bersidang pada 29 September  1932. Keputusannya, Taman Siswa akan melawan sekuat tenaga sampai  ordonansi tersebut dihapuskan. Perlawanan akan dilakukan berdasarkan  prinsip tanpa kekerasan. Pada tanggal 1 Oktober, perlawanan dimulai  dengan dikirimnya telegram kepada Gubernur Jenderal oleh ki Hajar  Dewantara. Yang berbunyi:
 Gubernur Jenderal Bogor
 Yang mulia  ordonansi yang dikeluarkan dengan paksa dipersiapkan dengan tergesa-gesa  serta mengenai seluruh sendi hidup masyarakat setelah ditolaknya  anggaran pendidikan (sehubungan dengan keputusan Volksraad yang terlalu  jauh mengenai penghematan) memberi kesan adanya kecemasan dan kebingunan  di pihak pemerintah berdasarkan salah pengertian terhadap kepentingan  rakyat stop bolehlah saya memperingatkan bahwa pihak yang tak berdaya  sekalipun mempunyai naluri mempertahankan diri dan begitu juga kami  boleh jadi karena terpaksa akan melakukan perlawanan yang gigih tapi  yang bersifat tanpa kekerasan.
 Pada tanggal 3 Oktober 1932, Ki  Hadjar Dewantara mengirim juga surat kepada semua organisasi pergerakan  nasional. Ki Hadjar menjelaskan bahaya ordonansi tersebut bagi kehidupan  seluruh bangsa Indonesia, dan memaparkan sikap dan keputusan Taman  Siswa. Semua organisasi nasional tanpa kecuali mendukung sikap dan  perjuangan Taman Siswa. Selain itu, juga ikut mendukung berbagai  organisasi masyarakat Cina dan Arab. Setiap organisasi mengeluarkan  protes. Ratusan orang menyatakan cara masing-masing untuk melawan,  seperti bertirakat dan bernazar. Seluruh jajaran pers perjuangan  menyiarkan kegiatan perlawanan terhadap ordonansi tersebut. Pemerintah  mengeluarkan edaran kepada para pejabat agar bersikap lentur dalam  pelaksanaan ordonansi. Taktik ini ternyata tidak mempan. Rakyat terus  menyatakan protes gelombang demi gelombang. Pertengahan Oktober 1932  pemerintah mengutus Kiewiet de Jonge, wakil pemerintah di Volksraad  untuk berunding dengan Ki Hadjar Dewantara. Pertemuan ini gagal. Pada 8  Desember 1932 sidang Volksraad membicarakan ordonansi itu atas  pertanyaan salah seorang anggotanya, P.A.A. Wiranatakoesoemah.  Diusulkannya agar sekolah swasta cukup memberitahukan, tidak perlu  meminta izin, mengenai pembentukannya. Lagi-lagi pemerintah berkeras  untuk tidak mengubah ordonansinya. Akibatnya Ki Hadjar mengumumkan  rencana perlawanan baru. Dianjurkannya agar setiap rumah dijadikan  perguruan, dengan tiap orang menjadi pengajar. Rencananya itu diberi  nama yang sangat menggetarkan pemerintah, “Timbulnya Perguruan Nasional  Diatas Kuburan Sistem Sekolah Kolonial”. Dalam pertemuan para pemimpin  pergerakan di Yogyakarta, 31 desember 1932, rencana lanjutan sesuai  dengan prakarsa Ki Hadjar dibicarakan dan disepakati. Wiranatakoesoemah  mengajurkan usul agar pemerintah membuat UU baru tentang sekolah swasta  tak bersubsidi berdasarkan tiga prinsip.  
 1. Pemerintah menarik kembali ordonansi sekolah liar.
 2. Dalam satu tahun pemerintah akan memberlakukan kembali ordonansi yang baru.
 3. Dibentuk suatu komisi penyusunan kembali UU sejenis.
 Dikeluarkan juga suatu pernyataan, jika ordonansi tersebut tidak di  tarik sebelum 31 Maret 1933, maka semua anggota BO dan Pasundan yang  duduk dalam dewan-dewan perwakilan akan keluar. Pada 7 Februari 1933  usul Wiranatkoesoemah diterima dengan perubahan. Pada hari itu ordonansi  yang secara resmi ditarik untuk sementara. Ki Hadjar mengumumkan juga  permintaan agar perlawanan tanpa kekerasan dihentikan. Diingatkan bahwa  pekerjaan sebenarnya belum selesai. Setiap orang Indonesia masih terus  harus bekerja mengawasi jangan sampai timbul lagi kebijakan serupa itu .
 SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL, SEMOGA PENDIDIKAN INDONESIA MENJADI LEBIH MAJU. AMIN.
BY TOPAN PURBAYA ( Guru Sejarah SMA N 1 Kutasari PBG)
Subscribe to:
Comments (Atom)