PROSES GERAKAN REFORMASI DI INDONESIA
A.Pengaruh Perang Dingin Terhadap Indonesia
Setelah  Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di  dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua  kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan  demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang  dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga  dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok  Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang  menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak  Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada  masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada  negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari  negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir  mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung  Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari  kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat,  walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu  blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada  masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan  ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi  dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana  pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu  Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI  (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda,  Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris,  Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju  tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di  Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi  kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.
B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan  panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan  sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai  perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan  keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun  (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan.  Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil  membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan  ".
Temyata  keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia  temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara  yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan  cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela  korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat  seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat,  dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan  pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.
Pada  pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga  mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan  menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK"  karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat  rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani  mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari  mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada  bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik,  ekonomi, dan hukum.
Pada  tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki  program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet  Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya  tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden  Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof.  DR. B.J. Habibie.
2.Krisis Ekonomi
Diawali  krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997  berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat  untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan  melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai  tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus  1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar  mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00  perdolar pada sekitar Maret 1997.
Nilai  tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 %  sebagai akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami  keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk  membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan  Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi  Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI  terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan  demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar.  Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter  ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem  fundamental perekonomian Indonesia. 
a.Utang Negara Republik Indonesia.
Penyebab  krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar,  terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar  negeri tercatat :
utang  swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp.  63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar  dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang  Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan  Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden  Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan  luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat  mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia  yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua  negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal  ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena  kolusi dan korupsi. 
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah  Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang  kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan  pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera  berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya  masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi  konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba pernah  mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan  pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar  dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih  miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan  perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian  Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3).  Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para  konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan  kolusi. 
c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Masa  Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan  runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan  negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan  perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya  reformasi di Indonesia.
Walaupun  praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak  pihak, termasuk negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya  ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum. 
d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan  Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik,  ekonomi, sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan,  sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam  bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat  pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan  pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah  pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam,  seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).
Proses  sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta  sentries. Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus  dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta,  terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai  pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah. 
3.Krisis Politik 
Krisis  politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar  dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar  satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara  politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara  mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama  (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang  organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu  tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober  1964. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari  pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak  adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri  (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971  ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya. Golkar ini kemudian  dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama  32 tahun, karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik  ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan  Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para  peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh  ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti  dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina  Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR  tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi  presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi  yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa  pemerintahan Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok  tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan  ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure  secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga  sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
Rasa  ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan  reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya  menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR,  dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang,  termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut  pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Gerakan  reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang  menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang  Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan,  Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai  politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum;  (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa. 
4. Krisis Hukum.
Orde  Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan  kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang  merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka  dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi  rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering terjadi  rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi  diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan,  yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya.  Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan  hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan  Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan  pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan,  pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul  ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan  ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap  pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia
C.Gerakan Reformasi Indonesia 
Reformasi  menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah  yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik,  hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat menghendaki  pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi  pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap  nasib bangsa dan negara.
Reformasi  adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau  agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi  merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan  perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
Reformasi  yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru  dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan  penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar  tepat tujuan dan sasaran. 
1. Tujuan Reformasi
Atas  kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan  suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan  masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai  Pancasila dan UUD 1945. 
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda  reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut:  (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar  1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang  seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari  korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet  Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan  negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei  1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi  keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok  (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan  Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara  kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto  dari kursi kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998  perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet  Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat  bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga BBM. Namun  keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir  karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi; (2) pada 12  Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat  keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras,  akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan  dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal  12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery  Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta  puluhan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini  menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa  pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan  terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan fasilitas lainnya;  (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats  terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas  dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi  tuntutan para reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden  Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu Angkatan Bersenjata  Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di  segala penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan  Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat  untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998  terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta  Soeharto turun dari jabatan presiden Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei  1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para wartawan mengatakan  meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden  RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko  cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas  reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah  : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB  NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur  Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril  Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi  (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H.  Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak  mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada  tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki  gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat  penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden  Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan  tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi  kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan  VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis  diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang  politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto  mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam  rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun  komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu  membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan  mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21 Mei  1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan  Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi  pengganti presiden; (11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima  tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang  bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.

Para  Nabatean adalah budaya Semitik yang dihuni bagian dari Yordania, Kanaan  dan Arab dari sekitar abad keenam SM. Mereka paling banyak dikenal  sebagai pembangun kota Petra, yang menjadi pusat kota mereka.


Di  Rumania mereka adalah Cucuteni, di Ukraina mereka adalah Trypillians  dan di Rusia mereka adalah Tripolie: budaya Neolitikum akhir yang  berkembang antara 5500 SM dan 2750 SM.


